19.2.10

Mengapa Bangsa-Bangsa Negara Berkembang Sulit Maju


Banyak orang di negara ini mungkin menanyakan mengapa bangsa-bangsa negara berkembang sulit maju?, dimana boleh dikatakan bahwa indonesia merupakan salah satu dari negara berkembang yang saat ini sulit untuk maju, agar dapat mensejahterakan rakyatnya.
menurut David MeClland mengenai pendapatnya tentang teori pendekatan psikologis, penyebab utama dari sulitnya negara-negara berkembang untuk maju disebabkan oleh kurang mempunyai yang namanya "N.Ach" yaitu Need For Achievement (dorongan untuk berhasil).lalu kenapa N.Ach ini sulit muncul didalam masayarakat indonesia? menurut david hal tersebut terjadi karena masyarakatnya sering disuguhi dengan dengan cerita-cerita fatalistis, yaitu cerita-cerita yang menceritakan penyerahan hidup pada nasib semasa kanak-kanaknya. sehingga tatkala dewasa mereka lebih banyak menyerahkan diri kepada nasib daripada terus berusaha agar berhasil, karena beranggapan bahwa nasib mereka menjadi orang kecil sehingga percuma walaupun sudah bekerja keras sekalipun tidak akan mengubah nasib mereka.


Teori pendekatan psikologis ini kemudian dikembangkan oleh Higen.Menurut Higen tidak adanya need for achievement "Bangsa-bangsa tersebut anak-anaknya dibesarkan pada lingkungan keluarga yang kurang memberikan kesempatan anak dalam membebaskan pikiran/menyatakan pikiran".ketika seorang anak mengemukakan pendapatnya kepada kedua orang tua, jarang sekali orang tua yang mendengarkan pendapat yang dikemukakan oleh sang anak, contohnya ketika seorang anak bersikeras untuk belajar diperguruan tinggi yang mampu mengembangkan bakat dan minat yang terdapat dalam dirinya, namun orang tua menganggap hal tersebut tidak sejalan dengan apa yang mereka inginkan, dan memaksakan si anak untuk melanjutkan dipergurun tinggi yang menurut mereka sesuai tentu saja akan berakibat sangat besar pada si anak tersebut. kemungkinan susah belajar akan ditemui karena si anak merasa itu bukan keinginannya dan tidak mempunyai bakat dalam bidang tersebut.


Oleh karena itu sebenarnya dalam bentuk kecil indonesia belum bisa menjadi negara demokrasi,contohnya dalam keluarga dimana setiap anak belum bisa mengutarakan pendapat seutuhnya karena terbentur oleh keinginan kedua orang tuanya. kemudian apa yang harus dilakukan? sebenarnya membangun N.Ach perlu dilakukan oleh setiap masyarakat dalam kehidupannya agar negara kita bisa maju, selain itu harus KAIZEN (bahasa jepang.red)budaya perbaikan yang terus menerus oleh setiap orang, kemudian do'a dan usaha, niscaya Alloh SWT akan memudahkan segala pekerjaan kita.
Share/Bookmark

18.2.10

Curug Malela
















Curug Malela berada di Kampung Manglid, Desa Cicadas, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat, berbatasan dengan Kabupaten Cianjur di barat laut Bandung. GPS menunjukkan posisi koordinat S07*00’38.1″ E107*12’22.0″ di atas batu tempat memandang keindahan curug itu. Seperti ditulis di banyak situs blog pribadi, situs pariwisata, atau situs resmi Perhutani, maupun Pemkab Bandung Barat, air terjun ini memang mengagumkan.

Berdasarkan peta topografi, sungai yang jatuh sebagai Curug Malela setinggi lebih kurang 50 m dan lebar mencapai 70 m, adalah Cicurug. Toponimi sungai yang sesuai dengan sifat sungai ini yang banyak mempunyai air terjun. Hulu sungai berasal dari lereng utara Gunung Kendeng dengan bekas kaldera raksasanya yang berdiameter hampir 15 km. Dari gunung api yang terletak di sebelah barat Ciwidey yang telah mati ini mengalir jaringan Sungai Cidadap. Cidadap mengalir ke arah barat laut melalui Kecamatan Gununghalu menggerus rangkaian batuan keras yang umumnya berciri produk letusan gunung api tua.

Aliran Cidadap setelah melewati utara Bunijaya, kemudian mengalir dengan pola rektangular, yaitu suatu pola aliran sungai yang berbelok-belok secara tajam, bahkan tegak lurus. Alirannya ke arah barat yang kemudian bernama Cicurug mulai memasuki relief sangat terjal di suatu dataran tinggi yang dulu dinamakan Plateau Rongga.

Suatu keniscayaan bagi sungai yang mengalir di atas plateau untuk kemudian pola alirannya terganggu oleh air terjun yang bertingkat-tingkat. Itulah yang terjadi pada aliran Cicurug. Selain Curug Malela yang terbesar, ke arah hilir terdapat beberapa tingkat air terjun yang dinamakan Curug Katumiri dan Curug Ngebul, sebelum sungai ini bermuara ke Cisokan.

Relief terjal Plateau Rongga memberikan medan terjal dengan lembah-lembah membentuk huruf V yang berkemiringan lebih dari 100% atau bersudut lebih dari 45 derajat. Itulah mengapa pengistilahan “dataran tinggi” menjadi kurang tepat karena jika kita menuju wilayah ini, kita akan menghadapi jalan yang turun naik berkelok-kelok. Di atas plateau ini ketika sungai-sungainya mengerosi daerah secara vertikal, lereng-lereng lembah selain menciptakan medan yang terbatas untuk dijelajahi, tapi dari sisi yang lain menciptakan lanskap yang memesona mata.

Beberapa puncak plateau mencapai ketinggian di atas 1.000 m di atas muka laut rata-rata membuat udara pada Plateau Rongga umumnya sejuk. Tata guna lahan adalah perkebunan dan hutan. Sejak zaman Belanda, wilayah ini diperuntukkan bagi perkebunan teh yang sekarang dikelola oleh PTP Nusantara VIII Montaya.

Batuan yang membuat relief menjadi terjal dan kasar itu adalah batu breksi dan konglomerat berumur Miosen Atas, kira-kira diendapkan pada lingkungan peralihan darat dan laut pada waktu 10 hingga 5 juta tahun yang lalu. Sumbernya diperkirakan beberapa gunung api purbakala di selatan Jawa Barat yang aktif pada masa itu. Jenis batuan ini yang di Curug Malela sendiri tampak berlapis-lapis, bersifat sangat keras. Kesan yang timbul dari kerasnya batuan dapat dilihat dari morfologi batuannya yang memperlihatkan dinding-dinding tegak yang licin. Itulah yang nampak pada dinding Curug Malela yang terlihat begitu kokoh dan anggun.

Keanggunan air terjun yang dalam foto kecepatan rendah memberikan kesan seperti benang-benang sutra halus, tidak dimungkiri telah menawan hati dan pandangan mata siapa yang datang mengunjunginya. Jika hari tidak keburu gelap, kita akan seharian duduk tanpa bosan-bosannya menyaksikan fenomena alam yang luar biasa ini.

Akan tetapi jangan ke Curug Malela jika Anda ingin berwisata! Bahan bacaan yang ada di situs-situs memang memberitakan keindahan Curug Malela. Bahkan sejak tahun 2006, beberapa media memuat pernyataan-pernyataan pejabat pariwisata yang memuji-muji potensi yang luar biasa ini. Kenyataannya, akses jalan yang seharusnya mulus menuju objek yang diunggulkan ini membuat pengendara frustrasi pada kunjungan pertama.

Ketiadaan penunjuk arah sejak Kota Kecamatan Gununghalu membuat kita selalu bertanya kepada penduduk yang dilalui. Memang betul malu bertanya sesat di jalan, tapi kalau terlalu banyak bertanya karena ketiadaan penunjuk arah, pengelola daerahlah yang sesat di jalan birokrasinya. Jadi setelah banyak bertanya, jalan akan mengarahkan kita ke arah Bunijaya dan berbelok ke arah kanan di daerah yang dikenal sebagai Simpang Rongga. Jalan kemudian berkelok-kelok menyempit menanjak. Sekalipun beraspal baik, tapi lubang-lubang besar membuat kelancaran perjalanan terganggu.

Di Kota Kecamatan Rongga, kita kembali dihadapkan pada persimpangan jalan dan terpaksa kembali bertanya. Jalan ke kiri yang diambil akan membawa kita ke daerah Kubang, Perkebunan teh Montaya. Jalan perkebunan asri yang diapit pohon-pohon mahoni dan damar membawa kita memasuki daerah perbukitan yang turun-naik berkelok-kelok pada jalan sempit. Beberapa kali kendaraan kita dapat langsung berhadapan pada kelokan sempit dengan kendaraan lain, atau terkejut ketika tiba-tiba pengendara ojek muncul di depan hidung kita dengan tiba-tiba.

Perjalanan dari Gununghalu ke Kubang Montaya yang hanya berjarak kurang dari 20 km terpaksa harus ditempuh antara 1,5-2 jam perjalanan kendaraan roda empat, dengan banyak bertanya. Dari Simpang Kubang ke arah Cicadas kita akan didera jalan batu yang berlubang-lubang. Perlu waktu hampir satu jam menempuh jarak pendek tidak lebih dari 3 km itu.

Sesampainya di Cicadas bukan berarti Curug Malela telah ada di depan kita. Jalan berikutnya berupa jalan perkebunan yang tidak dapat dilalui mobil biasa harus ditempuh dengan cara jalan kaki. Perlu waktu kira-kira satu jam untuk akhirnya mencapai Curug Malela setelah menuruni jalan setapak terjal dengan beberapa lereng hampir 70 derajat. Sangat melelahkan. Silakan bayangkan jalan kembali melalui rute yang sama.selamat mencoba bagi yang ingin ke sana.

Share/Bookmark